Triaspolitica.net : Founder Susi Air, Susi Pudjiastuti mengatakan, akibat dari insiden pembakaran pesawat dan penyanderaan pilot Susi Air, Captain Philip Mark Mehrtens di Papua menyebabkan banyak pilot yang menjadi trauma dan kehilangan kepercayaan diri untuk terbang ke wilayah-wilayah tersebut.
Akibatnya, 70% operasional penerbangan porter Susi Air di Papua berhenti atau mengalami setop.
"Sekarang ini tidak bisa melayani lagi. Tentu banyak sebabnya, armada berkurang, tahun lalu 1 tahun ini 1, dan kemudian confidence di antara pilot kita tidak memungkinkan adanya penerbangan lagi di wilayah pegunungan. Dan ini akan sangat sulit, jadi resignation juga akan sangat tinggi bila penyelesaian Captain Philip ini tidak bisa baik," keluh Susi dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad, 5 Maret 2023.
Terhentinya operasional Susi Air tentu berdampak pada terganggunya distribusi kebutuhan pasokan logistik di wilayah Papua, khususnya untuk daerah pegunungan. Sebab, mobilisasi dan distribusi bahan pokok masyarakat Papua yang tinggal di pegunungan biasanya menggunakan pesawat jenis Porter, helikopter, atau berjalan kaki. Hal ini karena akses jalan di Papua yang masih belum memadai.
"Kalau ada yang sakit jadi tidak bisa berobat, makanan juga semakin berkurang. Sebanyak 70% dari penerbangan (dibatalkan), berarti ada lebih 20-25 flight (berhenti beroperasi). (Biasanya) pesawat Porter bisa mengangkut 7 orang, barang 900 kg, itu hitungan real-nya," ungkap Susi.
Susi menjelaskan penerbangan porter yang dilakukan Susi Air yaitu terbang ke bandara-bandara dimana pesawat jenis karavan tak bisa mendarat. Jadi apabila penerbangan porter stop, berarti hanya bisa digantikan dengan helikopter.
"Rata-rata bandaranya 200-300 meter (landasan pacu), tujuan dari bandara-bandara tempat porter terbang. Tempat yang tidak mungkin terjangkau dengan lain kecuali dengan helikopter atau jalan kaki. Karena jalan di papua juga belum banyak," ujar Susi.
Akibat hal itu, Susi Air tentu merugi secara finansial, tapi tentu yang lebih dirugikan adalah masyarakat papua secara lebih luas, yang dulu bisa diakses dengan pesawat, sekarang sebagian masyarakat terpaksa kemudian menjadi berjalan memasuki hutan untuk bisa mengakses satu tempat ke tempat lainnya.
Redaktur : M. Isa Karim | Indonesian Islamic News Agency (IINA)