Oleh: Syahdi Firman, S.H., M. H
(Pemerhati Hukum dan Konstitusi)
Indonesia sebagaimana negara-negara lain pada umumnya menyukai perayaan atau peringatan momen-momen tertentu yang bernilai historis maka selalu ditetapkan penanggalannya untuk diperingati setiap tahunnya. Dalam hal ini kitapun mengenal peringatan hari lahirnya Pancasila. Hanya saja setiap tahun kebiasaan yang keliru terlanjur diterima begitu saja, dipertahankan dan disemarakkan tanpa ada upaya serius untuk melakukan perbaikan. Perayaan 1 Juni setiap tahunnya sebagai hari kelahiran Pancasila masih perlu diluruskan agar tidak mewariskan persepsi adanya upaya pengaburan sejarah kepada generasi bangsa yang lahir belakangan. Penetapan hari lahir Pancasila terutama sekali untuk konteks hari ini mesti objektif dan proporsional lepas dari fanatisme berlebihan kepada ketokohan tertentu semisal Soekarno.
Sebab kondisi fanatisme yang demikian mengakibatkan periwayatan sejarah tidak lagi tsiqah (terpercaya). Sehingga 1 Juni dinisbahkan kepada Soekarno saja, seakan tatkala orang hari ini bicara tentang hari lahir Pancasila peristiwa tersebut menjadi miliknya Soekarno seorang saja. Sungguh tidak elok satu tokoh diangkat dengan "meniadakan" keterlibatan atau kontribusi tokoh lain. Terlebih tokoh yang dibicarakan adalah founding fathers. Dan terlebih lagi soal dasar negara ini bukanlah hal yang dapat dipandang sederhana. Hal ini penting disampaikan terlebih generasi bangsa hari ini hidupnya telah di didik hanya untuk memikirkan perut belaka, money oriented, sangat minim literasi, generasi yang kurang minatnya terhadap wawasan kebangsaan sehingga tidak mau tau tentang sejarah bangsanya, generasi yang lebih suka menghabiskan waktu membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri.
Dalam konteks peringatan hari lahir dasar negara Pancasila, Pancasila itu sendiri dapat dipahami sebagai suatu bentuk sikap bathin yang mendalam bangsa Indonesia berupa penerimaan dan ikrar setia pendiri bangsa atas kekuasaan tuhan dan kebebasan serta sikap toleran dalam peribadatan menjalankan ajaran agama bagi setiap orang. Pancasila memelihara kemajemukan bangsa untuk keutuhan dan persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila dipandang merupakan identitas nasional, pencerminan karakteristik dan jiwa bangsa Indonesia yang berbudi luhur. Ke-khasannya membedakan bangsa ini dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Sebagai dasar negara, Pancasila melandasi semua keputusan hukum negara, dimulai dari keputusan hukum yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan hukum tertinggi di negara ini, juga peraturan perundang-undangan lainnya dibawah UUD 1945 itu semuanya dibentuk diatas dasar Pancasila. Tidak boleh ada keputusan hukum yang bertentangan dengan semangat dan nilai-nilai Pancasila, semua keputusan hukum negara harus mampu menjiwai, mencerminkan nilai-nilai yang tertuang di dalam Pancasila.
Kendatipun demikian, dibalik semua itu, perjalanan sejarah perumusan Pancasila disesaki dengan perdebatan tajam yang mengucurkan keringat lebih banyak dibandingkan pembicaraan lain diluar dasar negara, luapan emosi, adu argumen yang demikian hebat berlangsung dalam setiap sidang pembahasan perumusan dasar negara itu. Tidak berlebihan jika saya katakan bahwa tidak ada debat yang paling lama, bersitegang hebat dan teramat pelik dalam sejarah berdirinya negara ini selain debat tentang dasar negara yang sekarang kita kenal dasar negara itu dengan sebutan Pancasila. Secara formal perdebatan memang baru di mulai dalam perundingan di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada mei-juni 1945. Tapi cikal bakal dan perdebatan tentang Agama dan Negara, Agama dan Politik atau Islam dan Negara telah terjadi pada 1917-1918 saling kritik di koran "Jawi Hisworo", terus berlanjut dan sempat reda sekitar tahun 1934. Lalu perdebatan dibuka kembali di BPUPKI. Hingga walaupun pada 18 Agustus 1945 Pancasila sebagai dasar negara akhirnya disahkan bersamaan dengan pengesahan UUD 1945 polemik belum juga berakhir.
Bahkan sejak UUD 1945 yang pada bagian pembukaan memuat dasar negara disahkan, perdebatan tentang dasar negara itu dimulai kembali pada sidang-sidang di Majelis Konstituante (1956-1959) sampai hari ini sejarah rupanya masih mewarisi polemik itu. Kita mestinya ingat dalam sidang di Majelis Konstituante, Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia, partai Islam terbesar sepanjang sejarah yang kini tinggal sejarah sejak dibubarkan secara otoriter oleh Presiden Soekarno) dengan punggawanya seperti tokoh Moh. Natsir, KH. Wachid Hasyim, Kasman Singodimejo, Buya Hamka, Syafruddin Prawiranegara, H. Agus Salim dan lainnya begitu konsekuen bahwa dasar negara yang akan kita pakai buat negara ini haruslah syari'at Islam, bukan Pancasila. Bahkan Buya Hamka dengan suara lantang mengatakan, "Menerima Pancasila sebagai dasar negara adalah sirathal jahim (jalan menuju ke neraka)". Pernyataan Buya Hamka membuat Bung Karno dan pendukungnya berang. Di Majelis Konstituante misalnya beberapa faktor yang membuat debat tidak kunjung berakhir, sebab PKI telah berani membuat penafsiran yang ekstrem bahwa Pancasila adalah bersifat universal dan terbuka untuk semua ideologi sehingga Pancasila dapat memberikan legitimasi terhadap ajaran Komunis.
Ini juga dipersoalkan oleh tokoh-tokoh Masyumi bagaimana mungkin Pancasila dapat memberikan legitimasi terhadap ideologi komunis yang jelas-jelas menafikan keberadaan dan kekuasaan tuhan. Sementara Pancasila pada sila pertama jelas mengakui keberadaan tuhan. Dengan demikian Masyumi menganggap pandangan PKI kontradiktif dengan ideologi atheis yang dianutnya. Pendirian Masyumi memaksa partai ini bersitegang dengan Soekarno dan dengan kelompok Nasionalisnya (PNI, Partai Nasionalis Indonesia) yang konsekuen pada pendirian politiknya bahwa dasar negara itu harus Pancasila, bukan syari'at islam. PNI juga berpandangan bahwa Negara yang dengan susah payah kita perjuangkan, dan negara yang hendak kita dirikan adalah sebuah nation state (negara bangsa) yang dapat menerima pluralitas atau kemajemukan bangsa. Agama harus dipisah dari Politik dan dari Negara.
Akibat cara pandang seperti ini maka Masyumi akhirnya sadar bahwa konsep nasionalis yang diusung oleh Bung Karno dan pendukungnya adalah sebuah konsep nasionalis yang berakar atau berpijak kepada sekulerisme, yaitu sebuah paham atau ajaran yang menghendaki bahwa agama harus dipisah dari politik dan dari negara. Sekulerisme yang dipraktikkan di barat dengan jargonnya yang terkenal, "berikan hak Kaisar pada Kaisar dan berikan hak gereja pada pendeta". Pemikiran seperti ini jelas sangat bertentangan dengan apa yang dipahami dan menjadi basis pergerakan politik Masyumi. Masyumi berfikir sebaliknya bahwa Agama dan Negara tidak dapat dipisah-pisahkan, Agama dan Politik tidak dapat dipisah-pisahkan, Islam tidak dapat dipisahkan dari Politik dan dari Negara. Dalam rangka kritik terhadap nasionalisme, seorang tokoh Masyumi H.O.S Tjokro Aminoto dengan ucapannya yang terkenal mengatakan, "Nasionalisme tidaklah mencampakkan ruh Islam dalam bernegara".
Atau ucapan masyhur yang disampaikan oleh tokoh Masyumi Prof. Dr. Zainal Abidin Ahmad, "Siapa yang bisa memisahkan gula dari manisnya maka dapatlah dia memisahkan Islam dari Politik". Inilah sedikit penggalan kisah perjalanan berat dan rumit dasar negara. Jadi jangan sesekali tentang dasar negara ini dipandang sebelah mata sebagai hal yang remeh. Adapun kita harus mengakui bahwa pendirian dan beda pendapat masing-masing kelompok baik kelompok Islam ataupun Nasionalis tentang dasar negara adalah hal yang lumrah atau biasa dalam Negara demokrasi. Demokrasi tidak membunuh hak orang untuk berpendapat, malahan membuka sebesar-besarnya kesempatan bagi pertumbuhan pikiran-pikiran yang rasional dan kritis.
Demokrasi menjamin kebebasan tiap-tiap orang menyampaikan pendapatnya baik lisan maupun lewat media yang memungkinkan seseorang dapat mengekspresikan pemikirannya. Bahkan dalam sejarah penulisan kemerdekaan negara ini beda pendapat dan pendirian dikalangan founding father (pendiri negara) merupakan contoh ideal implementasi nilai-nilai demokrasi. Debat cerdas kaya argumen seperti yang dilakukan founding father seperti itu mestinya dapat mengilhami generasi hari ini dalam menyikapi perbedaan pandangan tidak secara sempit dan amatiran. Pembicaraan kita perihal kelahiran atau hari jadinya Pancasila, tentu persoalan ini harus dipahami secara integral dengan tetap mengacu atau menekankan pada realitas sejarah maupun keputusan hukum kenegaraan yang memberikan dan menjadi dasar legitimasi diterima, disepakati dan disahkannya kemudian Pancasila sebagai dasar negara.
Ada beberapa versi pendapat terkait dengan hari lahirnya Pancasila. Sekurang-kurangnya ada lima pendapat, yakni pendapat yang mengatakan hari lahir Pancasila adalah pada 1 Juni 1945, tampaknya memang negara mengakui pendapat ini atau jangan-jangan hanya sekedar melanjutkan kebiasaan dilaksanakannya peringatan hari Pancasila itu pada 1 Juni selama bertahun-tahun. Pendapat berikutnya adalah 22 Juni lah yang lebih tepat. Perlu diketahui bahwa 22 Juni 1945 adalah hari disepakatinya Piagam Jakarta oleh Panitia 9 BPUPKI. Selanjutnya, pendapat yang mengatakan 18 Agustus 1945 lah yang lebih tepat dikatakan hari lahirnya Pancasila. Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa 5 Juli 1959 lah yang lebih tepat untuk ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila itu. Terakhir pendapat materil yang juga ada penyokongnya. Masing-masing pendapat ini memiliki dalilnya sendiri-sendiri, namun apapun perihal ini dapat kita analisis supaya bernilai ilmiah.
*1). Pendapat 1 Juni 1945.* Pendukung pendapat ini berkeyakinan, oleh karena Soekarno menyampaikan pandangannya tentang dasar negara yang kemudian ia namai dasar negara usulannya itu dengan sebutan Pancasila, maka 1 Juni 1945 dinilai lebih tepat ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila. Dalam sidang BPUPKI ini Soekarno juga mengatakan jika Pancasila itu dianggap terlalu panjang maka dapat diperas menjadi Eka Sila, Trisila atau Dwi Sila. Rumusan sila usulan Soekarno perlu diketahui berbeda dengan rumusan Pancasila yang kita kenal saat ini. Perihal ketuhanan misalnya, diletakkan di sila kelima dengan rumusan, "Ketuhanan yang berkebudayaan".
Dalam pandangan Soekarno diterjemahkannya sebagai ketuhanan yang berbudi luhur, saling hormat-menghormati. Tampaknya Soekarno sama sekali tidak berniat memprioritaskan perihal ketuhanan, dan dalam perjalanan sejarahnya pemikiran Soekarno ini banyak dikritik. Sedang nama Pancasila itu sendiri dipakai setelah Soekarno bertanya kepada pakar bahasa yang juga pendiri bangsa yaitu Moh. Yamin. Menurut pendapat saya, tidak tepat mengatakan 1 Juni 1945 sebagai hari lahir Pancasila. Adapun yang dapat diterima ialah kalau untuk sekedar penamaan bahwa dasar negara usulan Soekarno itu diberi "nama" Pancasila itu lahir pada 1 Juni 1945. Tetapi mengatakan dasar negara Pancasila sebagaimana yang berlaku hingga saat ini lahir pada 1 Juni maka inilah yang menurut saya perlu diluruskan. Sebab pernyataan tersebut tidak tepat.
Sebab esensial rumusan dan nilai yang terkandung di dalam usulan dasar negara Soekarno tersebut belum dapat dikatakan bahwa itulah yang harus diakui dan diterima sebagai dasar negara yang utuh dan final. Dasar negara yang disampaikan Soekarno pada 1 Juni itu masih berupa rancangan atau usulan personal. Sementara sidang pembahasan dasar negara itu merupakan kelanjutan dari sidang BPUPKI sebelumnya yang telah dimulai untuk pertama kalinya sehari setelah anggota BPUPKI dilantik yaitu pada 29 Mei 1945. Sebab itulah 1 Juni 1945 dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya dasar negara pun juga tidak tepat. Secara historis jika kita runut urutan waktu penyampaian pendapat tentang dasar negara, maka akan kita dapati bahwa Moh. Yamin lah yang pertama mengemukakan pemikirannya tentang dasar negara pada 29 Mei 1945.
Dilihat dari sisi substansi rumusan, dasar negara usulan Soekarno tidak terdapat perbedaan prinsipil dari rumusan Pancasila yang diusulkan oleh Moh. Yamin. Ada dua versi rumusan dasar negara Moh. Yamin yaitu yang disampaikan secara lisan di rapat besar BPUPKI dan yang ditulis beliau setelah rapat besar di BPUPKI. Adapun dasar negara yang disampaikan secara lisan di BPUPKI Moh. Yamin memaparkan:
a. Peri Kebangsaan
b. Peri Kemanusiaan
c. Peri Ketuhanan
d. Peri Kerakyatan
e. Kesejahteraan Rakyat
Sementara yang ditulis belakangan setelah rapat besar di BPUPKI baik dari segi urutan maupun rumusan dasar negara Moh. Yamin hampir sama persis seperti Pancasila yang kita kenal sekarang yaitu Pancasila yang diterima dan disahkan bersamaan dengan disahkannya UUD 1945 pada 18 Agustus 1945. Secara terminologis kalaulah cikal bakal ide kelahiran Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana yang berlaku hingga hari ini ingin kita nisbahkan kepada tokoh tertentu maka lebih tepat menisbahkannya kepada Moh. Yamin, bukan Soekarno. Ide dasar negara yang ditawarkan Moh. Yamin pada permulaan rapat besar BPUPKI mengilhami atau mencakup pula dasar negara yang di gagas oleh Soekarno sehari setelahnya. Meskipun sebagian pihak sementara ini memandang masih debatable tentang kebenaran dasar negara yang diusulkan secara tertulis oleh Moh. Yamin. Kendatipun demikian tidak mengurangi sedikitpun fakta sejarah bahwa Moh. Yamin lah yang pertama sekali mengemukakan gagasan dasar negara pada sidang perdana BPUPKI.
Selain Moh. Yamin dan Soekarno, pada 31 Mei 1945, Soepomo mengemukakan tentang dasar negara, beliau mengusulkan satu stateside (begripstate) integralistik.
Rumusan dasar negara usulan Soekarno sendiri pada 1 Juni 1945, yaitu:
a. Kebangsaan (nasionalisme)
b. Internasionalisme atau perikemanusiaan
c. Mufakat atau Demokrasi
d. Kesejahteraan sosial
e. Ketuhanan yang berkebudayaan
*2). Pendapat 22 Juni 1945.*
Seperti telah diterangkan dimuka, 22 Juni itu adalah hari disepakatinya Piagam Jakarta. Piagam ini nyaris sama dengan Pancasila yang kita kenal sekarang. Piagam ini hasil kompromi Panitia 9 BPUPKI, jadi bukan ciptaan tokoh perseorangan tertentu. Isi Piagam Jakarta ini yang prinsipil terletak pada sila pertama, berikut rumusan lengkapnya :
"Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial untuk seluruh rakyat indonesia".
Tidak dapat dibantah, realitas sejarah menunjukkan bahwa Pancasila yang disahkan merupakan copy paste dari Piagam Jakarta dengan sedikit perubahan namun sangat krusial yaitu pada sila pertama diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Oleh karenanya jika hari lahir Pancasila sebagai dasar negara ingin dinisbahkan juga kepada tanggal tertentu maka lebih tepat penisbahannya pada tanggal 22 Juni 1945 dan diperingati setiap tanggal 22 Juni setiap tahunnya tanpa perlu memandang subjektifitas pada tokoh tertentu. Sebab Piagam Jakarta adalah hasil kompromi nasionalis Islam dengan nasionalis sekuler yang di dalamnya mencakup perwakilan golongan Islam dan Kristen. Kompromi ini diperloleh setelah menjalani masa perdebatan dalam sidang di Konstituante yang sangat a lot. Oleh karena itulah banyak sejarawan diantaranya Endang Saifudin Anshari menyebut kompromi ini sebagai konsensus nasional nasionalis Islam dan nasionalis sekuler.
*3). Pendapat 18 Agustus 1945.*
Penyokong pendapat ini menganggap 18 Agustus 1945 lebih tepat disebut sebagai hari lahirnya Pancasila. Hal itu dengan mengambil pijakan argumentasi konsepsi negara hukum formal, pengesahan secara resmi menjadi tolak ukur paling penting diterimanya atau ditolaknya sesuatu hal. Sementara telah lazim dipahami bahwa rumusan dasar negara menjadi satu kesatuan dengan naskah UUD 1945 dan disahkan pada 18 Agustus 1945. Kendatipun nomenklatur "Pancasila" sebagai nama dasar negara tidak disebut secara eksplisit di dalam pembukaan UUD 1945. Bahwa dengan secara resmi disahkannya dasar negara itu secara formal pada 18 Agustus 1945, maka lebih relevan mengatakan bahwa di hari itulah lahirnya Pancasila. Sementara semua pembicaraan sebelum 18 Agustus 1945 masih dalam tahapan, pembahasan, masih dirundingkan, belum final.
*4). Pendapat 5 Juli 1959.* Ada pula yang mengatakan hari lahir pancasila pada 5 Juli 1959. Pendapat ini sangat lemah dan juga tidak jelas menganggap 5 Juli 1959 sebagai hari lahirnya Pancasila menurut saya tidak tepat. Hanya karena legalitas diberlakukannya dasar negara Pancasila yang berlaku hingga saat ini yaitu Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 1959 tidak serta merta dapat kita katakan bahwa hari lahirnya Pancasila adalah pada 5 Juli 1959. Pendapat golongan ini memiliki kerancuan, sebab Pancasila dalam UUD 1945 yang diberlakukan berdasarkan dekrit 5 Juli 1959 tidak lain adalah Pancasila dalam UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945, sama sekali tidak terdapat perbedaan. Yang membedakannya hanyalah kondisi dan dinamika politik ketika itu dan sumber legitimasi pemberlakuannya.
Sebab UUD 1945 yang di dalamnya memuat Pancasila pertama kali disahkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia), sedang pada 5 Juli 1959 itu dasar pemberlakuannya adalah Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 1959. Singkatnya, Keputusan Presiden ini dipandang memberlakukan kembali Pancasila sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945. Hal itu mengingat konsekuensi logis diberlakukannya kembali UUD 1945 maka dasar negara yang termaktub di dalamnya pun menjadi berlaku pula. Sementara itu dasar negara dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945 tak lain berasal dari hasil konsensus nasional 22 Juni 1945 yang melahirkan dasar negara yang disebut Piagam Jakarta. Sebab itulah jika kita mau berterus terang pada realitas sejarah maka 22 Juni 1945 inilah yang lebih tepat disebut dan ditetapkan sebagai hari lahir dasar negara kendatipun dasar negara tersebut tidak disebut Pancasila melainkan Piagam Jakarta.
*5). Pendapat materil.* Menurut penyokong pendapat ini bahwa nilai-nilai Pancasila itu telah ada bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka, bersifat universal artinya dapat dijumpai dalam peradaban manusia di belahan bumi manapun tidak terbatas hanya di Indonesia saja. Sehingga mengatakan Pancasila lahir pada tanggal tertentu sebagaimana dalam periode pasca kemerdekaan dianggap tidak tepat. Pendapat ini justru semakin tidak jelas lagi sebab menyebut nilai-nilai Pancasila telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka sangat abstrak dan penelusuran terhadapnya adalah aktivitas yang tidak mungkin dilakukan, selain juga tidak berujung, tidak jelas ujung pangkalnya. Sebab sangat tidak mungkin untuk dilacak jangan-jangan nilai-nilai Pancasila itu telah ada sejak zamannya Nabi Adam atau lebih awal lagi dan seterusnya. Oleh karena itu pendapat materil ini tidak relevan untuk dibicarakan dan tidak ada manfaatnya jika kita kaitkan dengan peringatan hari lahir dasar negara itu.
Dari keseluruhan pendapat tersebut pendapat yang lebih kuat dan perlu dipertimbangkan untuk ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila adalah pendapat 22 Juni 1945. Bukan 1 Juni 1945 sebagaimana yang ditetapkan dan diperingati setiap tahunnya sebagai hari lahir Pancasila. Jika pun 18 Agustus 1945 ingin dipertimbangkan sebagai hari lahirnya dasar negara maka hal itu semata-mata hanya karena UUD 1945 disahkan pada 18 Agustus 1945 sehingga dipandang memiliki dasar konstitusionalitas secara formal. Sementara itu 22 Juni 1945 memiliki akar sejarah yang kuat dan juga bernilai atau memiliki derajat konstitusionalitas yang sejatinya sama dengan 18 Agustus 1945 karena juga memiliki dasar konstitusionalitas yaitu berupa "konsensus nasional nasionalis Islam dan nasionalis sekuler" yang menjadi representasi golongan-golongan yang ada di Indonesia.
Lagi pula dari catatan sejarah yang sampai pada kita akan kita dapati realitas sejarah bahwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 telah disepakati akan dimasukkan kedalam pembukaan UUD 1945 dan memang dimaksudkan sebagai dasar negara. Namun tragisnya bagi nasionalis Islam dan seluruh umat Islam saat itu pada 18 Agustus 1945 Piagam Jakarta yang akan diberlakukan sebagai dasar negara itu diubah secara sepihak dalam waktu tidak lebih dari 15 menit menjelang disahkannya UUD 1945. Ini terekam dalam perjalanan sejarah bangsa ini sebagai peristiwa yang amat sangat melukai dan menyakitkan bagi umat Islam. Sejak saat itu sampai saat ini kejadian ini oleh sebagian umat Islam masih dirasakan menjadi masalah dan tidak jarang menimbulkan konflik ideologis yang memenjarakan aspirasi keislaman yang berkembang di tengah-tengah umat Islam. Maka jika hari ini kita bicara tentang hari lahir dasar negara terlepas ia dinamai Piagam Jakarta atau Pancasila maka 22 Juni 1945 memiliki landasan dan realitas sejarah yang sungguh kuat ketimbang 18 Agustus 1945 apalagi 1 Juni 1945 dan 5 Juli 1959.
*Dasar Negara Dalam 3 Konstitusi*
Sementara itu janganlah kita lupa bahwa Indonesia pernah memberlakukan tiga konstitusi yang berbeda sebagai akibat dari perubahan susunan negara. Di masa tiga konstitusi tersebut dasar negara yang berlaku pun juga beragam. UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945 hanya berlaku lebih kurang selama 4 tahun yaitu sejak 18 Agustus 1945 hingga 27 Desember 1949. Pada masa ini Indonesia masih dengan format NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Pada 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950 yang berlaku ialah Konstitusi Republik Indonesia Serikat atau lazim disingkat KRIS 1949 atau UUD RIS 1949 yang berlaku selama lebih kurang 8 bulan. Di masa ini NKRI berubah menjadi RIS atau Republik Indonesia Serikat. Adapun sejak 17 Agustus 1950 hingga 05 Juli 1959 konstitusi yang berlaku adalah UUD Sementara 1950 atau UUDS 1950. Meskipun dikatakan sementara nyatanya UUDS 1950 berlaku cukup lama lebih kurang 9 tahun. Ini yang saya sebut sebagai "kesementaraan yang lama" yaitu sebuah contradictio interminis. Di masa ini Indonesia kembali ke format awal yaitu kembali menjadi NKRI dan diberlakukan pula kembali UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945. Hingga saat ini format NKRI masih terus dipertahankan hanya saja UUD 1945 yang berlaku saat ini telah mengalami empat kali amandemen dalam beberapa pasalnya secara mendasar.
*Dasar Negara Dalam UUD Tahun 1945 di masa NKRI (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)*
1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
*Dasar Negara Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat/KRIS 1949 di masa Republik Indonesia Serikat*
*(27 Desember 1949-17 Agustus 1950)*
1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Peri kemanusiaan;
3. Kebangsaan;
4. Kerakyatan;
5. Keadilan sosial.
*Dasar Negara Dalam UUD Sementara Tahun 1950 di masa kembali pada NKRI (17 Agustus 1950-05 Juli 1959)*
Dasar negara yang diberlakukan di masa ini sama dengan dasar negara pada masa Republik Indonesia Serikat. Selanjutnya pada periode 05 Juli 1959 diberlakukan kembali UUD Tahun 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 1959 tentang Kembali Kepada UUD 1945.
Demikianlah ikhtiar meluruskan sejarah lahirnya dasar negara ini agar generasi bangsa ini mengerti sejarah dirinya sendiri.