TriasPolitica.net : Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyinggung etika Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam surat pengajuan sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan yang diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa, 16 April 2024.
Dalam surat itu, Megawati awalnya mengutip pernyataan budayawan Franz Magnis Suseno yang menyebut ada unsur-unsur dugaan pelanggaran etika serius dalam pelaksanaan Pilpres 2024.
Megawati menilai, etika merupakan ajaran dan keyakinan tentang baik dan tidak baik sebagai cermin dari kualitas manusia. Tuntutan dasar terhadap pentingnya etika dituangkan dalam ketentuan hukum dan hal tersebut berlangsung terus dalam sejarah peradaban umat manusia.
“Tidak memperhatikan hukum yang berlaku sama saja dengan pelanggaran etika,” demikian dikutip dari surat amicus curiae Megawati yang diserahkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 16 April 2024.
Menurut Megawati, tanggungjawab penguasa seperti presiden terhadap etika sangat penting. Sebab, presiden memegang kekuasaan atas negara dan pemerintahan yang sangat besar.
“Karena itulah penguasa eksekutif tertinggi tersebut dituntut standar dan tanggungjawab etikanya agar kewibawaan negara hukum tercipta,” jelas Presiden RI ke-5 itu dalam suratnya.
Megawati menyampaikan dalam tanggungjawab itu, persoalan berkaitan dengan keselamatan seluruh bangsa dan negara berada di pundak Presiden. Maka itu, ia menegaskan presiden harus berdiri untuk semua. Bukan untuk kepentingan sendiri.
“Segala kesan yang menunjukkan bahwa presiden memperjuangkan kepentingan sendiri atau keluarganya adalah fatal. Sebab presiden adalah milik semua rakyat Indonesia,” ujarnya.
Bagi Megawati, apa yang disampaikan Franz Magnis-Suseno jadi landasan etis hakim MK untuk mengurai seluruh akar persoalan Pilpres 2024.
Lebih lanjut, Megawati menuturkan dengan menempatkan etika dalam tiap keputusan MK sangat penting. Sebab, Megawati menilai MK hadir sebagai benteng keadilan terakhir dalam penyelesaian sengketa pilpres atau pemilu.
Megawati mengatakan demikian karena putusan hakim Mahkamah Konstitusi akan jadi indikator penting dalam demokrasi ke depan.
"Apakah demokrasi yang berkedaulatan rakyat tetap eksis atau justru perlombaan penyalahgunaan kekuasaan akan menjadi model kecurangan. Dan, bisa direplikasi dalam pemilihan kepala daerah serentak hingga pemilihan umum yang akan datang,” tuturnya. ***
Indonesian Islamic News Agency (IINA)