Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

MK Minta Judul Gugatan "Kaesang Dilarang Jadi Gubernur" Dihapus: Ini Provokatif, Tidak Etis


TriasPolitica.net : Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan saran kepada Aufaa Luqmana Re A, warga Surakarta dan putra dari Boyamin Saiman, terkait gugatan terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, khususnya Pasal 7 ayat (2) huruf e yang mengatur batas usia calon kepala daerah.

Salah satu poin yang disoroti adalah penggunaan judul gugatan yang secara eksplisit menyebut nama Kaesang Pangarep.

Hakim Konstitusi Arsul Sani dalam persidangan menyatakan bahwa putusan MK memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi semua pihak. Oleh karena itu, penggunaan nama Kaesang Pangarep dalam gugatan tersebut dianggap kurang tepat.

"Ini saran, yang namanya perkara yang dituangkan dalam bentuk permohonan dari pemohon di Mahkamah Kontitusi itu adalah permohonan uji formil atau uji materil yang putusannya itu bersifat mengikat semua. Jadi sebagai sebuah permohonan yang nanti apakah putusannya nanti dikabulkan, apakah dikabulkan seluruhnya atau dikabulkan sebagian, atau pun ditolak ya, itu berlaku mengikat untuk semua. Jadi ini bukan permohonan tentang orang perorangan atau pun tentang terhadap orang tertentu," tutur Arsul di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (5/8/2024).

"Oleh karena itu, saran penasehatan yang pertama sebaiknya judul permohonan yang berbunyi Kaesang dilarang jadi gubernur itu tidak perlu ada," sambungnya.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat juga menilai judul gugatan yang dilayangkan Aufaa Luqmana Re A tidak lazim dan jauh dari etika. Sebab itu, dia berharap pemohon dapat mempertimbangkan untuk mengubah judul dari permohonan tersebut.

"Permohonan itu bagaimanapun harus memenuhi unsur kepatutan, kewajaran, dan kesopanan. Ini kalau gini nih ya setelah kepada Ketua Mahkamah Konstitusi perihal ada heading Kaesang dilarang jadi gubernur ini tidak memenuhi kaidah-kaidah kepatutan, kaidah-kaidah kepantasan, dan itu tidak ada dan itu tidak lazim," ujar Arief.

"Supaya dihapus, ini provokatif, tidak boleh permohonan begini. Seolah-olah memprovokasikan orang Indonesia atau memprovoksi hakim supaya memutus seperti apa yang diinginkan ini nggak bener ini," imbuhnya.

Sebagai masyarakat yang tinggal di Indonesia, Arief menjelaskan, tentu berhukum harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, termasuk soal kepatutan dan etika hukum yang baik. Jadi selain berhukum berdasarkan rule of law, seluruh warga negara juga mesti memegang teguh rule of ethics.

"Ini permohonan yang nggak etis kalau saya mengatakan, tidak boleh dikasih begini. Apalagi ini kuasa hukumnya dan pemohonnya adalah anak-anak muda, tadi sudah disinggung oleh Yang Mulia Doktor Arsul, nggak perku dikasih begitu, nggak etis, ya," bebernya.

Arief meminta semua pihak dapat membiasakan diri untuk berhukum di Indonesia sesuai dengan ideologi dasar negara yakni Pancasila. Selain tidak melanggar hukum, juga sangat penting untuk tidak melanggar etika.

"Harus patut dan wajar, tidak provokatif begini, ya. Tolong ini dihapus, tapi terserah saudara mau dihapus atau tidak. Tapi dari sisi saya sebagai orang tua memberi nasihat ya, yang hukum itu juga dibalik hukum juga ada moral, etika, kepatututan, kepantasan, kewajaran, dan ada semangat tidak saling menyakiti, itu harus kita lakukan. Jadi kalau nganu ya dihapus saja," pungkas Arief. ***

Indonesian Islamic News Agency (IINA)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Mari bergabung bersama WA Grup dan Channel Telegram TriasPolitica.net, Klik : WA Grup & Telegram Channel

Ads Bottom

Copyright © 2023 - TriasPolitica.net | All Right Reserved