Mayoritas Guru Setuju UN Dihapus
Sebanyak 87,6 persen responden menyatakan setuju Ujian Nasional dihapus. Beberapa alasan utama yang disampaikan adalah adanya kecurangan sistematis dan masif dalam pelaksanaan UN, tekanan psikologis yang dirasakan peserta didik, serta ketidakmerataan kualitas pendidikan di berbagai daerah.
Sekjen FSGI, Heru Purnomo, menyebutkan bahwa penghapusan UN merupakan langkah yang mencerminkan kebutuhan untuk menyesuaikan sistem evaluasi pendidikan dengan kondisi di lapangan.
Dukungan terhadap PPDB Sistem Zonasi
Selain penghapusan UN, survei juga menunjukkan bahwa 72,3 persen responden setuju untuk mempertahankan kebijakan PPDB Sistem Zonasi. Para guru menilai kebijakan ini memberikan akses yang lebih adil bagi anak-anak dari berbagai latar belakang ekonomi dan sosial untuk bersekolah di sekolah negeri.
“Kebijakan ini mendorong pembangunan sekolah negeri baru di wilayah-wilayah yang sebelumnya belum memiliki sekolah negeri, sehingga memberikan kesempatan yang lebih merata bagi peserta didik,” ujar salah satu guru yang menjadi responden survei.
Heru Purnomo menekankan bahwa akar masalah dari PPDB Sistem Zonasi bukan pada adanya kecurangan, melainkan kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam membangun sekolah negeri di daerah yang membutuhkan. “Jika pemerintah daerah tidak membangun sekolah negeri baru, maka masalahnya tetap sama. Hanya sekitar 30-40 persen peserta didik yang bisa diterima di sekolah negeri,” jelas Heru.
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, juga menyoroti pentingnya peran negara dalam sistem zonasi. Ia menyebut bahwa sistem ini dirancang agar sekolah negeri dapat diakses oleh semua kalangan, tanpa diskriminasi.
“Sistem PPDB zonasi adalah upaya untuk memastikan kehadiran negara dalam menyediakan akses pendidikan yang setara, tanpa memandang kemampuan ekonomi atau prestasi akademik,” tegas Retno.
Survei FSGI dilakukan pada 17-22 November 2024 dengan melibatkan 912 guru dari 15 provinsi di Indonesia. Survei dilakukan secara daring melalui Google Form, dengan responden yang terdiri dari 58,9 persen guru jenjang SMP/MTs, 25 persen guru SMA/MA/SMK, 10 persen guru SD/MI, dan 6 persen guru SLB. Komposisi gender responden adalah 56,4 persen perempuan dan 43,6 persen laki-laki.
Hasil survei ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas dan pemerataan akses pendidikan di Indonesia. (DLH/CGT)