TriasPolitica.net : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dalam kasus suap terkait Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Penetapan ini diumumkan langsung oleh Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu (24/12/2024).
"Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK, yang bersangkutan selaku Sekjen PDI Perjuangan, dan saudara DTI selaku orang kepercayaan saudara HK," ujar Setyo Budiyanto.
Ketua KPK Setyo Budiyanto kemudian menjabarkan peran-peran krusial Hasto dalam dua kasus tersebut. Berikut rinciannya:
Andil Hasto Loloskan Harun Jadi Caleg DPR Terpilih
Peran pertama Hasto Kristiyanto terkait kasus PAW Harun Masiku dimulai ketika ia memindahkan posisi Harun Masiku ke daerah pemilihan (dapil) 1 Sumatera Selatan pada Pemilu Legislatif 2019, meskipun Harun berasal dari Sulawesi Selatan, tepatnya dari Toraja. Harun diketahui hanya memperoleh 5.878 suara, jauh di bawah caleg PDIP lainnya, Rizky Aprilia, yang memperoleh 44.402 suara. Namun, Hasto tetap berupaya agar Harun dapat menggantikan Nazarudin Kiemas, caleg PDIP yang meninggal dunia.
"Saudara HK secara paralel mengupayakan agar saudari Rizky mau mengundurkan diri agar diganti dengan saudara HM. Namun, upaya tersebut ditolak oleh saudari Rizky Aprilia," jelas Setyo.
Hasto juga meminta Saeful Bahri untuk menemui Rizky Aprilia di Singapura dengan tujuan membujuk Rizky agar mengundurkan diri. Namun, upaya tersebut kembali gagal. Setelah pendekatan internal tidak membuahkan hasil, Hasto melibatkan Wahyu Setiawan, Komisioner KPU, melalui tindakan penyuapan.
"Saudara HK bekerja sama dengan saudara Harun Masiku, Saeful Bahri, dan saudara DTI dalam melakukan penyuapan kepada Wahyu Setiawan dan Agustinus Tiu," tambah Setyo.
Uang Suap kepada Wahyu Setiawan
Hasto diketahui menemui Wahyu Setiawan pada Agustus 2019. Dalam pertemuan tersebut, Hasto meminta Wahyu untuk memenuhi dua usulan nama calon PAW, yaitu Harun Masiku dari Dapil 1 Sumatera Selatan dan Maria Lestari dari Dapil 1 Kalimantan Barat. Namun, hanya nama Maria Lestari yang berhasil diakomodasi.
Dari penyelidikan, KPK menemukan bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu berasal dari Hasto. Dalam proses perencanaan hingga penyerahan uang suap, Hasto mengatur dan mengendalikan Saeful Bahri serta DTI untuk memberikan uang tersebut kepada Wahyu Setiawan.
Upaya Menghilangkan Barang Bukti
Ketua KPK juga memaparkan bahwa Hasto melakukan tindakan obstruction of justice untuk menghambat proses penyelidikan. Berikut beberapa tindakan yang dilakukan oleh Hasto:
-
Pada 8 Januari 2020, saat operasi tangkap tangan KPK, Hasto memerintahkan Nur Hasan, penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir No. 12A, untuk menelepon Harun Masiku agar merendam ponselnya dengan air dan segera melarikan diri.
-
Pada 6 Juni 2024, sebelum diperiksa sebagai saksi oleh KPK, Hasto memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponselnya agar tidak ditemukan oleh penyidik KPK.
-
Hasto mengumpulkan sejumlah saksi terkait kasus Harun Masiku dan mengarahkan mereka untuk tidak memberikan keterangan yang sebenarnya kepada penyidik KPK.
Dengan bukti yang telah ditemukan, KPK menegaskan bahwa tindakan Hasto Kristiyanto tidak hanya melibatkan manipulasi politik tetapi juga upaya sistematis untuk menghalangi proses penegakan hukum. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menegaskan bahwa penyelidikan akan terus berlanjut untuk mengungkap seluruh rangkaian peristiwa dan pihak-pihak lain yang terlibat.