Jakarta, 7 April 2025 – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menunjukkan pelemahan signifikan dan telah menembus level psikologis Rp 17.000 per dolar AS. Data dari pasar non-deliverable forward (NDF) yang dirilis pada Minggu (6/4) pukul 08.10 WIB menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah menyentuh angka Rp 17.059 per dolar AS, menjadi level terendah sepanjang sejarah.
Posisi ini jauh lebih lemah dibandingkan penutupan perdagangan reguler terakhir sebelum libur Lebaran pada Kamis (27/3), di mana rupiah ditutup menguat 0,12% di level Rp 16.555 per dolar AS. Dengan demikian, rupiah berpotensi mengalami pelemahan yang cukup dalam pada pekan ini.
Sementara itu, menurut data Bloomberg pada Senin (7/4) pukul 12:22 AM EDT atau 11.22 WIB, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah berada di posisi Rp 16.856 per dolar. Angka ini mencerminkan pelemahan sebesar 203 poin atau sekitar 1,22% dibandingkan penutupan sebelumnya di level Rp 16.653. Sepanjang hari, rupiah tercatat bergerak dalam rentang Rp 16.833 hingga Rp 17.224 per dolar.
Secara year-to-date, rupiah telah melemah sekitar 4,45%. Padahal dalam satu tahun terakhir, mata uang Garuda sempat menguat hingga menyentuh angka Rp 15.060 per dolar. Namun saat ini, tren pelemahan terus berlanjut.
Pelemahan rupiah kali ini dipicu oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik. Salah satu pemicu utama adalah meningkatnya ketegangan perang dagang global akibat kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump. Indonesia termasuk dalam daftar negara yang dikenai tarif impor tambahan sebesar 32%, yang menimbulkan sentimen negatif di pasar keuangan global.
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuabi menjelaskan bahwa pelemahan rupiah sangat terkait erat dengan eskalasi perang dagang. “Untuk saat ini, pelemahan mata uang rupiah disebabkan oleh perang dagang. Apalagi sejak tanggal 2 April diberlakukan biaya impor tambahan,” ujarnya.
Ibrahim menambahkan, jika rupiah melewati batas Rp 16.900, maka peluang untuk menembus Rp 17.000 sangat terbuka. Hal senada juga disampaikan oleh pengamat pasar uang Ariston Tjendra. Menurutnya, rupiah sangat sensitif terhadap sentimen pasar. “Rupiah masih rawan melemah dengan sedikit saja isu negatif,” kata Ariston.
Melihat perkembangan ini, para analis mendesak pemerintah dan Bank Indonesia untuk segera mengambil langkah-langkah stabilisasi yang lebih agresif, seperti intervensi di pasar valuta asing, peningkatan ekspor, serta pemberian stimulus kepada sektor UMKM guna menjaga daya beli masyarakat dan menarik kembali kepercayaan investor.
Situasi ini perlu diantisipasi secara serius untuk mencegah pelemahan lebih lanjut yang dapat berdampak pada inflasi, stabilitas ekonomi, serta kegiatan bisnis dalam negeri.