Jakarta, 24 April 2025 — Aktor senior Fedi Nuril belakangan ini semakin sering menjadi sorotan publik, tidak hanya karena kiprahnya di dunia perfilman, tetapi juga karena sikap vokalnya dalam menanggapi berbagai isu sosial-politik di Tanah Air. Dikenal luas melalui film Ayat-Ayat Cinta, Fedi kini tampil lebih lantang dalam menyuarakan pandangan dan kritiknya, termasuk terhadap sejumlah tokoh penting di pemerintahan.
Fedi mengungkapkan bahwa ketertarikannya pada isu sosial-politik sebenarnya telah ada sejak lama. Namun, ia mengaku sebelumnya lebih memilih bersikap pasif. Perubahan sikap ini terjadi setelah ia merasa tidak lagi dapat tinggal diam melihat kondisi yang berkembang.
"Saya tuh emang dari dulu tertarik sosial politik, tapi memang lebih pasif. Tapi sampai di satu titik akhirnya enggak bisa pasif lagi sih saya, saya merasa harus bersuara," ujar Fedi saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (22/4/2025).
Melalui akun media sosial X miliknya, Fedi kerap terlibat dalam diskusi bahkan perdebatan dengan sejumlah politisi hingga akademisi. Ia menegaskan bahwa langkah tersebut bukan sekadar sensasi, melainkan bentuk kepedulian mendalam terhadap arah demokrasi Indonesia.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo di periode kedua disebut Fedi sebagai titik balik yang membangkitkan keberaniannya untuk bersuara. Salah satu keputusan yang paling ia soroti adalah pengangkatan lawan politik ke dalam kabinet, yang menurutnya mengabaikan luka sejarah bangsa.
"Buat saya itu adalah keputusan yang tidak ada empati kepada keluarga korban penculikan yang sampai sekarang belum pulang," tegasnya.
Puncak kekecewaan Fedi muncul saat Presiden Jokowi memberikan restu kepada putranya, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai calon wakil presiden. Keputusan tersebut menurut Fedi menjadi titik di mana ia merasa urgensi untuk bersuara semakin tak terbendung.
"Di situ saya merasa justru ada kemungkinan menang. Di situ saya mau mulai bersuara," katanya.
Sebagai salah satu dari sedikit figur publik yang secara terbuka dan konsisten menyoroti kebijakan pemerintah, Fedi tidak gentar menghadapi risiko kehilangan popularitas. Ia justru merasa bahwa langkahnya mewakili suara banyak rakyat yang terbatasi oleh berbagai kondisi.
"Banyak yang dukung karena mereka merasa saya mewakili suara yang tak bisa mereka ucapkan sendiri karena berbagai alasan," ujar Fedi, yang diketahui berasal dari keluarga dengan latar belakang militer.
Bagi Fedi, keberaniannya bersuara bukan hanya hak, melainkan bentuk tanggung jawab moral sebagai warga negara dan publik figur yang memiliki pengaruh. (DL/GPT)